Hani
Ramzi adalah pesepak bola paling populer di Mesir setelah pemain
legenderis Hossam Hassan. Pemain yang beroperasi di lini belakang ini
telah melalang buana di kompetisi Bundesliga Jerman selama 14 tahun. Ia
memulai petualangan di Jerman dengan membela klub Werder Bremen pada
1994, dan kini bergabung bersama Kaiserslautern.
Di tim nasional (timnas) Mesir, pemain yang begitu menikmati penampilannya di lapangan hijau ini telah merumput sebanyak 124 kali. Ia pun sempat tampil memperkuat negaranya di putaran final Piala Dunia 1990.
Di Eropa, pernyataan Ramzi di media massa seringkali menjadi sorotan banyak pihak. Ini lantaran ia selama ini dikenal sebagai pemain yang mendukung penuh aksi perjuangan rakyat Palestina dari penindasan dan cengkeraman pendudukan zionis Israel.
Ia bahkan tak segan melontarkan pernyataan soal Palestina saat bersama klubnya, Bremen, bertandang ke salah satu klub Israel di ajang Piala UEFA. Saat itu, diikuti sebuah kamera televisi, ia memperlihatkan ekspresi kesedihannya terhadap rakyat Palestina. ”Jangan harap orang-orang di sini melihat apa yang mereka lakukan di Palestina akan dijumpai di negara saya. Di Mesir, Muslim dan Kristen hidup berdampingan. Kami menerima perbedaan keyakinan. Dan kami ingin orang-orang di sini, terutama umat Yahudi, memperlakukan hal yang sama terhadap saudara kami di Palestina,” cetus Ramzi. ”Warga Muslim di seluruh dunia seharusnya menaruh perhatian terhadap kebebasan rakyat Palestina dari pendudukan Israel. Demikian pula nasib rakyat Irak dari pendudukan Amerika Serikat,” tegasnya.
Kendati merumput di benua Eropa, Ramzi tetap seorang Muslim yang taat. Jangan heran jika meyaksikannya shalat Ashar di ruang ganti pakaian, atau di pinggir lapangan saat waktu istirahat di ajang Bundesliga. Pertandingan liga sepak bola domestik Jerman tersebut biasanya memang berlangsung sore hari di waktu Ashar.
Ramzi agaknya menyadari, sosok olahragawan level dunia seperti dirinya bisa memberi pengaruh besar terhadap umat Islam, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa. ”Kami harus selalu bersikap positif, baik di luar maupun di dalam lapangan,”jelasnya.
Namun, meski berupaya selalu bersikap positif, pada akhir 2002 ia pernah berurusan dengan pengadilan Jerman karena dituduh melakukan pelecehan seksual, dengan tuntutan hukuman delapan bulan penjara.
Ia dituduh melakukan pelecehan seksual terhadap seorang wanita asal Australia. Kejadian tersebut berlangsung di sebuah restoran. Ramzi mengatakan memang menyentuh tangan wanita tersebut, yang tak disebutkan namanya, tapi tak bermaksud melakukan pelecehan. Ia hanya ingin menegur wanita Yahudi itu karena mengeluarkan kata-kata berbau rasis. Ramzi, yang telah menikahi wanita Italia dan memiliki anak, telah meminta maaf dan tak mau memperpanjang kasus tersebut.
Para penggemar dan pendukung Ramzi, terutama dari Mesir, menegaskan tetap berada di belakang sang bintang dalam kasus tersebut. ”Kami bersama Ramzi. Wanita itu hanya ingin membuat sensasi. Kami akan berdiri bersama-sama mendukung Ramzi,” ujar seorang suporter.
Bukan hanya dari publik Mesir, kepada Nile Sports TV, pemain yang kini berusia 35 tahun itu mengaku selalu mendapat dukungan dari presiden Kaiserslautern, Eurgen Fredriche, dan Andreas Brehme, pelatih Kaiserslautern saat itu. ”Mereka masih percaya saya dan mengatakan pihak klub sepenuhnya memberi dukungan,” ujarnya.
Selesai dengan kasus tersebut, Ramzi membantah rumor bahwa ia tak lagi betah di Jerman dan bersiap kembali memperkuat klub lamanya di Mesir; Ahli. Ia memang sempat menerima telepon dari pelatih Ahli, Alaa Abdel-Sadeq. ”Alaa hanya mendukung saya, demikian pula para pendukung Ahli setelah saya mengalami kasus di Jerman. Saya memang ingin sekali mengakhiri karier di Ahli, tapi konsentrasi saya saat ini masih di Kaiserslautern. Inilah tantangan bagi saya secara pribadi, dan saya harus sukses.” tegasnya.
Ramzi memang sosok pemain tipe pekerja keras. Meski sudah terbilang uzur, ia sempat terpilih sebagai pemain belakang terbaik di Piala Afrika 2002, usai mengantar Kaiserlautern mencapai semifinal Piala UEFA 2001. Dan kini, pemain yang dikenal berpenampilan ‘stabil dan konsisten’ ini masih menyandang ban kapten di tim nasional negaranya, Mesir.
Antara Puasa dan Sepak Bola
“Football without frontier” alias sepak bola tanpa batas secara faktual telah meluberkan pemain-pemain yang beragama Islam merumput di liga-liga Eropa. Lalu, apa yang terjadi bila kompetisi sepak bola Eropa yang sarat profesionalisme ini harus melintasi Ramadhan, bulan yang bagi para Muslim merupakan anugerah terindah dari Yang Maha Kuasa?
Ramadhan di kepala mereka adalah bulan yang berlimpah pahala dan saat yang tepat untuk menyucikan diri lewat menahan diri dari hawa nafsu, lapar, serta dahaga.
Namun, Liga Eropa sebagai pemilik “surga dunia sepak bola” tak pernah merasa perlu untuk menghentikan putaran roda kompetisinya ketika bulan puasa datang menghampiri. Apalagi, memang tak ada fatwa yang melarang seseorang berolahraga di bulan Ramadhan.
Karena itu, sudah barang tentu para pemain-pemain Muslim harus mengikuti jadwal ala Eropa ini di klub masing-masing. Menjadi masalah? Ternyata tidak, karena sesungguhnya Islam selalu memiliki solusi dan semuanya akan bergantung pada keimanan masing-masing.
Di kawasan Uni Emirat Arab, Kuwait, Lebanon, atau Mesir, yang merupakan negeri-negeri Islam, kompetisi bahkan jalan terus di bulan Ramadhan. Caranya, di negara-negara ini pertandingan digelar pada waktu malam hari antara pukul 20.30 dan 23.00 waktu setempat. Setelah berbuka dan sejenak istirahat, para pemain turun ke lapangan untuk bermain.
Akan tetapi, ketika berada di rimba Eropa, dari Liga Inggris hingga La Liga Spanyol, ceritanya bisa sangat beragam. Menjalankan puasa di tengah iklim Liga Eropa pastinya sangat cukup berat, terutama dalam soal tenaga.
Pada saat harus berpantang makan dan minum, para pemain mesti menguras keringat untuk berlatih dan bermain.
Tergantung Individu
Banyak hal memang yang telah dilakukan para pemain sepak bola demi selamat untuk melintasi kewajiban ini. Kendati begitu, cara yang dilakukan semuanya berpangkal pada keimanan, ketaatan, serta keteguhan dari tiap-tiap individu.
Pemain Maroko yang bermain di Tottenham Hotspur (Inggris), Nourredine Naybet, misalnya, termasuk yang selalu ngotot untuk tetap berpuasa dengan ketat. “Karena itu, doa yang saya perbanyak selama menjalankan puasa adalah permintaan agar penampilan saya tidak buruk selama berpuasa,” katanya.
Naybet bahkan telah melakoni puasa semasa masih bermain di klub Spanyol, Devortivo La Coruna, dan dia mengaku tak pernah tergoda untuk meninggalkan puasa. Karena keteguhan ini, staf medis dan pelatih yang justru malah memahami kondisinya.
Mantan pemain Udinese dan Inter Milan, Mohammed Kallon, termasuk yang juga punya keimanan tebal. Kallon merasakan kerisauan di hati betapa sejak merantau ke Italia, ia tak pernah lagi berpuasa.
“Sebagai seorang Muslim, saya merasa kurang lengkap bila tidak menjalani puasa Ramadhan. Tapi, ini konsekuensi profesionalisme,” kata striker kelahiran Freetown ini.
Setiap tahun Kallon selalu berharap punya waktu untuk menjalankan puasa. Ternyata, bila keimanan telah terpatri, pilihan terbaik pun akan diberikan Yang Maha Kuasa.
Kallon bisa hijrah ke klub Arab, Al Ittihad. Tentunya kewajiban berpuasa Ramadhan kini akan mudah ia lakukan, selain dari sisi keuangan pun tak perlu risau. Negara-negara Arab terkenal makmur, tak kalah dalam soal bayaran dengan klub-klub Eropa.
Para pemain lain, seperti Nicolas Anelka—striker Bolton Wanderers yang memeluk Islam sejak Juli 2004 dan sudah melaksanakan ibadah umroh—lalu gelandang Bolton, El Hadji Diouf; serta bek tangguh Arsenal, Habib Kolo Toure; juga terkenal sebagai sosok yang selalu mencoba untuk taat beribadah puasa.
Agak berbeda dengan rekan satu klub Naybet di Tottenham Hotspur, Ahmed “Mido” Hossam, striker asal Mesir. Mido selalu mencoba untuk bisa beribadah puasa. Akan tetapi, bila ia merasa latihan terlalu berat, ia memilih untuk membatalkan puasa. Kebiasaan ini sudah dijalaninya sejak bermain di Belanda di klub Ajax.
Ternyata tidak semua pemain bisa setangguh pemain lainnya. Beberapa pemain Muslim yang bermain di Liga Spanyol punya gaya lain. Mereka memilih solusi mengganti atau menebus utang puasa pada waktu yang lain.
Memindahkan Waktu
Inilah yang dilakukan gelandang Liverpool, Mohammed Sissoko, ketika masih bermain di Spanyol bersama klub Valencia. Sissoko mengatakan, sejauh yang dia tahu, hampir 90 persen pemain Muslim yang bermain di Spanyol menjalankan solusi “pemindahan waktu”. Biasanya mereka mengganti kewajiban pada saat libur Natal atau musim panas.
Sissoko juga menyatakan bahwa melaksanakan puasa secara ketat di bulan Ramadhan amat menyulitkan karena di saat bersamaan dia tengah merintis karier sebagai pesepak bola profesional.
Pilihan gelandang Real Madrid, Mahamadou Diarra, mirip dengan Sissoko. Pemain yang selalu puasa ketika masih berada di Mali ini kini tak pernah lagi berpuasa pada bulan Ramadhan serta menggantinya pada bulan lain.
Ada pula cara lain, dan gaya ini seperti memakai “hukum” ketika wanita tengah haid di bulan puasa. Kewajiban puasa tetap dijalankan, tetapi bila batal akan diganti sesuai dengan jumlah batalnya puasa.
Bek klub Perancis RC Strasbourg asal Maroko, Abdelillah Fahmi, berusaha untuk puasa setiap hari. Namun, ia tidak berpuasa ketika harus bertanding. “Sejak kecil saya sudah puasa. Jadi, sudah terbiasa untuk puasa sambil latihan. Namun, jika saatnya bertanding dan saya terpaksa batal, saya membayarnya setelah Ramadhan usai, misalnya ketika winter break,” kata Fahmi, seperti dikutip UEFA.
Philippe Christanval, bek Perancis yang bermain di Fulham, juga melakukan cara ini ketika masih bermain di Liga Perancis untuk Olympique Marseille. Katanya, ia puasa setiap hari, kecuali match-day adalah segalanya.
Keberuntungan lain buat Fahmi adalah ia punya pelatih yang sangat pengertian kendati tetap cukup tegas. Pemain harus makan dan minum di hari itu. Tidak ada pilihan. Mereka yang menolak tidak akan dimainkan.
Hanya saja, kebijakan ini masih lebih lunak ketimbang pengalaman yang diterima Mutiu Adepoju. Mantan pemain nasional Nigeria ini pernah mengalami pengalaman kurang mengenakkan selama satu dekade bermain di Spanyol bersama Racing Santander.
Keinginan Adepoju untuk menjalani puasa secara ketat di bulan Ramadhan direspons dengan keras. Jika berpuasa, dia akan diistirahatkan dari tim utama selama bulan Ramadhan berlangsung. Akhirnya, Adepoju memilih untuk mengganti masa puasanya di bulan lain.
Ada beberapa pemain sepakbola international yang ternyata beragama Islam, dan ini dipercaya mampu menunjukan wajah Islam yang lain yang selama ini tidak pernah kelihatan.
“Pemain Sepakbola beragama Islam di Eropa dipercaya adalah sebuah bukti bahwa kepercayaan dan kebudayaan mereka bukanlah halangan untuk berkontribusi didalam masyarakat,” kata Anas Al-Tikriti, mantan Ketua Asosiasi Muslim Inggris, mengatakan pada Online.net.
“Mereka dapat menjernihkan miskonsepsi tentang Islam dan membuktikan bahwa menjadi Muslim adalah “way of Life,” dia menambahkan.
Banyak pemain Mulsim terkenal yang meramaikan Piala Dunia 2006 di Jerman baru lalu, yaitu:
Zinedine Zidaen dan Franck Ribery dari Perancis. Ketika mau memulai pertandingan, Ribery biasanya berdoa kepada Allah dengan mengangkat tangannya.
Pemain muslim lainnya adalah pemain Belanda Boulahrouz Khalid, yang saat ini bermain dengan Chelsea, serta Robin Van Persie, yang saat ini main di Arsenal, serta Zlatan Ibrahimovic, pemain Inter Milan yang berasal dari Swedia.
Ternyata ada banyak pemain-pemain top liga-liga sepak bola Eropa yang beragama Islam. Yang saya agak mengejutkan saya ternyata Nicolas Anelka telah menjadi seorang muallaf ketika dia merumput di Fenerbahce Turki.
Begitu juga dengan Zlatan Ibrahimovic. Salah satu pemain dengan skill individu yang baik tapi sayang bermain pada klub yang tidak saya senangi. Bintang paling bersinar di Seri A Italia ini memang lahir dari keluarga muslim. Dia lahir dan besar di Malmo, kota terbesar ke tiga di Swedia, (saya pernah mampir ke kota ini tahun 2000) dan tempat komunitas muslim paling besar di negeri itu. Ibra adalah imigran di Swedia dari ayah yang asli Bosnia dan Ibu keturunan Kroasia.
Mudah-mudahan pemain top Muslim juga mengamalkan ajaran Islam dengan baik dan memegang prinsip-prinsip Islam dengan baik juga. Seperti:
* Stephen Appiah, sempat bingung di awal karirnya di Italia karena sulit menemukan makanan yang halal.
* Frederic Kanoute sempat menolak memakai kostum klub yang disponsori rumah judi bahkan hingga ditutupi. Belakangan setelah berkonsultasi dengan penasehat spiritualnya dia melunak. Karena sponsor klubnya menjanjikan bahwa sebagian keuntungan digunakan untuk sosial.
* Rami Shaaban mengaku hidup dengan panduan Al Quran. Kiper timnas Swedia ini senantiasa melafalkan beberapa ayat sebelum bertanding.
* Kolo Toure merasa sebagai seorang muslim dia harus menghormati orang lain. Kesuksesan dirinya selalu disebutnya berkat doanya kepada Allah.
* Frank Ribery mengakui bahwa Islam adalah sumber kekuatannnya di dalam dan di luar lapangan. Terutama ketika ia sempat mengalami masa sulit dalam karir dan ia menemukan Islam yang memberi kedamaian.
Berikut ini adalah daftar pemain muslim:
* Zinedine Yazid Zidane (ex. Juventus dan Real Madrid): Tetapi mengaku “non-practicing Muslim” (tidak mempraktekkan ajaran Islam)
* Kolo Habib Touré (Arsenal )
* Yaya Toure (& Barcelona)
* Robin Van Persie (Arsenal)
* Nicholas anelka (Chelsea) dengan nama Muslim Abdul-Salam Bilal.
* Mohammed “Momo” Sissoko (Juventus)
* Ahmed Mido Hossam (Boro)
* Hossam Ghaly (Totteham Hotspurs)
* Franck “Bilal” Riberry (Bayern Muenchen)
* Hamit Antiltop (Bayern Muenchen)
* Halil Antiltop (Shalke 04)
* Frederik Kanoute (Sevilla)
* Mahamaddou Diarra (Real Madrid)
* Eric Abidal (Barcelona)
* Nuri Sahin (Feyenoord Rotterdam)
* Sulley Ali Muntari (Pompey)
* Zlatan Ibrahimovic (Inter)
* Hassan “Brazzo” Salihamidzic (Juventus)
* Khalid Boulahrouz (Sevilla)
* Salomon Kalou (Chelsea)
* El-Hadji Diouf (Bolton)
* Diomanssy Kamara (Fulham)
* Mohammed Kallon (Al-Ittihad ext. Inter & Monaco)
Di tim nasional (timnas) Mesir, pemain yang begitu menikmati penampilannya di lapangan hijau ini telah merumput sebanyak 124 kali. Ia pun sempat tampil memperkuat negaranya di putaran final Piala Dunia 1990.
Di Eropa, pernyataan Ramzi di media massa seringkali menjadi sorotan banyak pihak. Ini lantaran ia selama ini dikenal sebagai pemain yang mendukung penuh aksi perjuangan rakyat Palestina dari penindasan dan cengkeraman pendudukan zionis Israel.
Ia bahkan tak segan melontarkan pernyataan soal Palestina saat bersama klubnya, Bremen, bertandang ke salah satu klub Israel di ajang Piala UEFA. Saat itu, diikuti sebuah kamera televisi, ia memperlihatkan ekspresi kesedihannya terhadap rakyat Palestina. ”Jangan harap orang-orang di sini melihat apa yang mereka lakukan di Palestina akan dijumpai di negara saya. Di Mesir, Muslim dan Kristen hidup berdampingan. Kami menerima perbedaan keyakinan. Dan kami ingin orang-orang di sini, terutama umat Yahudi, memperlakukan hal yang sama terhadap saudara kami di Palestina,” cetus Ramzi. ”Warga Muslim di seluruh dunia seharusnya menaruh perhatian terhadap kebebasan rakyat Palestina dari pendudukan Israel. Demikian pula nasib rakyat Irak dari pendudukan Amerika Serikat,” tegasnya.
Kendati merumput di benua Eropa, Ramzi tetap seorang Muslim yang taat. Jangan heran jika meyaksikannya shalat Ashar di ruang ganti pakaian, atau di pinggir lapangan saat waktu istirahat di ajang Bundesliga. Pertandingan liga sepak bola domestik Jerman tersebut biasanya memang berlangsung sore hari di waktu Ashar.
Ramzi agaknya menyadari, sosok olahragawan level dunia seperti dirinya bisa memberi pengaruh besar terhadap umat Islam, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa. ”Kami harus selalu bersikap positif, baik di luar maupun di dalam lapangan,”jelasnya.
Namun, meski berupaya selalu bersikap positif, pada akhir 2002 ia pernah berurusan dengan pengadilan Jerman karena dituduh melakukan pelecehan seksual, dengan tuntutan hukuman delapan bulan penjara.
Ia dituduh melakukan pelecehan seksual terhadap seorang wanita asal Australia. Kejadian tersebut berlangsung di sebuah restoran. Ramzi mengatakan memang menyentuh tangan wanita tersebut, yang tak disebutkan namanya, tapi tak bermaksud melakukan pelecehan. Ia hanya ingin menegur wanita Yahudi itu karena mengeluarkan kata-kata berbau rasis. Ramzi, yang telah menikahi wanita Italia dan memiliki anak, telah meminta maaf dan tak mau memperpanjang kasus tersebut.
Para penggemar dan pendukung Ramzi, terutama dari Mesir, menegaskan tetap berada di belakang sang bintang dalam kasus tersebut. ”Kami bersama Ramzi. Wanita itu hanya ingin membuat sensasi. Kami akan berdiri bersama-sama mendukung Ramzi,” ujar seorang suporter.
Bukan hanya dari publik Mesir, kepada Nile Sports TV, pemain yang kini berusia 35 tahun itu mengaku selalu mendapat dukungan dari presiden Kaiserslautern, Eurgen Fredriche, dan Andreas Brehme, pelatih Kaiserslautern saat itu. ”Mereka masih percaya saya dan mengatakan pihak klub sepenuhnya memberi dukungan,” ujarnya.
Selesai dengan kasus tersebut, Ramzi membantah rumor bahwa ia tak lagi betah di Jerman dan bersiap kembali memperkuat klub lamanya di Mesir; Ahli. Ia memang sempat menerima telepon dari pelatih Ahli, Alaa Abdel-Sadeq. ”Alaa hanya mendukung saya, demikian pula para pendukung Ahli setelah saya mengalami kasus di Jerman. Saya memang ingin sekali mengakhiri karier di Ahli, tapi konsentrasi saya saat ini masih di Kaiserslautern. Inilah tantangan bagi saya secara pribadi, dan saya harus sukses.” tegasnya.
Ramzi memang sosok pemain tipe pekerja keras. Meski sudah terbilang uzur, ia sempat terpilih sebagai pemain belakang terbaik di Piala Afrika 2002, usai mengantar Kaiserlautern mencapai semifinal Piala UEFA 2001. Dan kini, pemain yang dikenal berpenampilan ‘stabil dan konsisten’ ini masih menyandang ban kapten di tim nasional negaranya, Mesir.
Antara Puasa dan Sepak Bola
“Football without frontier” alias sepak bola tanpa batas secara faktual telah meluberkan pemain-pemain yang beragama Islam merumput di liga-liga Eropa. Lalu, apa yang terjadi bila kompetisi sepak bola Eropa yang sarat profesionalisme ini harus melintasi Ramadhan, bulan yang bagi para Muslim merupakan anugerah terindah dari Yang Maha Kuasa?
Ramadhan di kepala mereka adalah bulan yang berlimpah pahala dan saat yang tepat untuk menyucikan diri lewat menahan diri dari hawa nafsu, lapar, serta dahaga.
Namun, Liga Eropa sebagai pemilik “surga dunia sepak bola” tak pernah merasa perlu untuk menghentikan putaran roda kompetisinya ketika bulan puasa datang menghampiri. Apalagi, memang tak ada fatwa yang melarang seseorang berolahraga di bulan Ramadhan.
Karena itu, sudah barang tentu para pemain-pemain Muslim harus mengikuti jadwal ala Eropa ini di klub masing-masing. Menjadi masalah? Ternyata tidak, karena sesungguhnya Islam selalu memiliki solusi dan semuanya akan bergantung pada keimanan masing-masing.
Di kawasan Uni Emirat Arab, Kuwait, Lebanon, atau Mesir, yang merupakan negeri-negeri Islam, kompetisi bahkan jalan terus di bulan Ramadhan. Caranya, di negara-negara ini pertandingan digelar pada waktu malam hari antara pukul 20.30 dan 23.00 waktu setempat. Setelah berbuka dan sejenak istirahat, para pemain turun ke lapangan untuk bermain.
Akan tetapi, ketika berada di rimba Eropa, dari Liga Inggris hingga La Liga Spanyol, ceritanya bisa sangat beragam. Menjalankan puasa di tengah iklim Liga Eropa pastinya sangat cukup berat, terutama dalam soal tenaga.
Pada saat harus berpantang makan dan minum, para pemain mesti menguras keringat untuk berlatih dan bermain.
Tergantung Individu
Banyak hal memang yang telah dilakukan para pemain sepak bola demi selamat untuk melintasi kewajiban ini. Kendati begitu, cara yang dilakukan semuanya berpangkal pada keimanan, ketaatan, serta keteguhan dari tiap-tiap individu.
Pemain Maroko yang bermain di Tottenham Hotspur (Inggris), Nourredine Naybet, misalnya, termasuk yang selalu ngotot untuk tetap berpuasa dengan ketat. “Karena itu, doa yang saya perbanyak selama menjalankan puasa adalah permintaan agar penampilan saya tidak buruk selama berpuasa,” katanya.
Naybet bahkan telah melakoni puasa semasa masih bermain di klub Spanyol, Devortivo La Coruna, dan dia mengaku tak pernah tergoda untuk meninggalkan puasa. Karena keteguhan ini, staf medis dan pelatih yang justru malah memahami kondisinya.
Mantan pemain Udinese dan Inter Milan, Mohammed Kallon, termasuk yang juga punya keimanan tebal. Kallon merasakan kerisauan di hati betapa sejak merantau ke Italia, ia tak pernah lagi berpuasa.
“Sebagai seorang Muslim, saya merasa kurang lengkap bila tidak menjalani puasa Ramadhan. Tapi, ini konsekuensi profesionalisme,” kata striker kelahiran Freetown ini.
Setiap tahun Kallon selalu berharap punya waktu untuk menjalankan puasa. Ternyata, bila keimanan telah terpatri, pilihan terbaik pun akan diberikan Yang Maha Kuasa.
Kallon bisa hijrah ke klub Arab, Al Ittihad. Tentunya kewajiban berpuasa Ramadhan kini akan mudah ia lakukan, selain dari sisi keuangan pun tak perlu risau. Negara-negara Arab terkenal makmur, tak kalah dalam soal bayaran dengan klub-klub Eropa.
Para pemain lain, seperti Nicolas Anelka—striker Bolton Wanderers yang memeluk Islam sejak Juli 2004 dan sudah melaksanakan ibadah umroh—lalu gelandang Bolton, El Hadji Diouf; serta bek tangguh Arsenal, Habib Kolo Toure; juga terkenal sebagai sosok yang selalu mencoba untuk taat beribadah puasa.
Agak berbeda dengan rekan satu klub Naybet di Tottenham Hotspur, Ahmed “Mido” Hossam, striker asal Mesir. Mido selalu mencoba untuk bisa beribadah puasa. Akan tetapi, bila ia merasa latihan terlalu berat, ia memilih untuk membatalkan puasa. Kebiasaan ini sudah dijalaninya sejak bermain di Belanda di klub Ajax.
Ternyata tidak semua pemain bisa setangguh pemain lainnya. Beberapa pemain Muslim yang bermain di Liga Spanyol punya gaya lain. Mereka memilih solusi mengganti atau menebus utang puasa pada waktu yang lain.
Memindahkan Waktu
Inilah yang dilakukan gelandang Liverpool, Mohammed Sissoko, ketika masih bermain di Spanyol bersama klub Valencia. Sissoko mengatakan, sejauh yang dia tahu, hampir 90 persen pemain Muslim yang bermain di Spanyol menjalankan solusi “pemindahan waktu”. Biasanya mereka mengganti kewajiban pada saat libur Natal atau musim panas.
Sissoko juga menyatakan bahwa melaksanakan puasa secara ketat di bulan Ramadhan amat menyulitkan karena di saat bersamaan dia tengah merintis karier sebagai pesepak bola profesional.
Pilihan gelandang Real Madrid, Mahamadou Diarra, mirip dengan Sissoko. Pemain yang selalu puasa ketika masih berada di Mali ini kini tak pernah lagi berpuasa pada bulan Ramadhan serta menggantinya pada bulan lain.
Ada pula cara lain, dan gaya ini seperti memakai “hukum” ketika wanita tengah haid di bulan puasa. Kewajiban puasa tetap dijalankan, tetapi bila batal akan diganti sesuai dengan jumlah batalnya puasa.
Bek klub Perancis RC Strasbourg asal Maroko, Abdelillah Fahmi, berusaha untuk puasa setiap hari. Namun, ia tidak berpuasa ketika harus bertanding. “Sejak kecil saya sudah puasa. Jadi, sudah terbiasa untuk puasa sambil latihan. Namun, jika saatnya bertanding dan saya terpaksa batal, saya membayarnya setelah Ramadhan usai, misalnya ketika winter break,” kata Fahmi, seperti dikutip UEFA.
Philippe Christanval, bek Perancis yang bermain di Fulham, juga melakukan cara ini ketika masih bermain di Liga Perancis untuk Olympique Marseille. Katanya, ia puasa setiap hari, kecuali match-day adalah segalanya.
Keberuntungan lain buat Fahmi adalah ia punya pelatih yang sangat pengertian kendati tetap cukup tegas. Pemain harus makan dan minum di hari itu. Tidak ada pilihan. Mereka yang menolak tidak akan dimainkan.
Hanya saja, kebijakan ini masih lebih lunak ketimbang pengalaman yang diterima Mutiu Adepoju. Mantan pemain nasional Nigeria ini pernah mengalami pengalaman kurang mengenakkan selama satu dekade bermain di Spanyol bersama Racing Santander.
Keinginan Adepoju untuk menjalani puasa secara ketat di bulan Ramadhan direspons dengan keras. Jika berpuasa, dia akan diistirahatkan dari tim utama selama bulan Ramadhan berlangsung. Akhirnya, Adepoju memilih untuk mengganti masa puasanya di bulan lain.
Ada beberapa pemain sepakbola international yang ternyata beragama Islam, dan ini dipercaya mampu menunjukan wajah Islam yang lain yang selama ini tidak pernah kelihatan.
“Pemain Sepakbola beragama Islam di Eropa dipercaya adalah sebuah bukti bahwa kepercayaan dan kebudayaan mereka bukanlah halangan untuk berkontribusi didalam masyarakat,” kata Anas Al-Tikriti, mantan Ketua Asosiasi Muslim Inggris, mengatakan pada Online.net.
“Mereka dapat menjernihkan miskonsepsi tentang Islam dan membuktikan bahwa menjadi Muslim adalah “way of Life,” dia menambahkan.
Banyak pemain Mulsim terkenal yang meramaikan Piala Dunia 2006 di Jerman baru lalu, yaitu:
Zinedine Zidaen dan Franck Ribery dari Perancis. Ketika mau memulai pertandingan, Ribery biasanya berdoa kepada Allah dengan mengangkat tangannya.
Pemain muslim lainnya adalah pemain Belanda Boulahrouz Khalid, yang saat ini bermain dengan Chelsea, serta Robin Van Persie, yang saat ini main di Arsenal, serta Zlatan Ibrahimovic, pemain Inter Milan yang berasal dari Swedia.
Ternyata ada banyak pemain-pemain top liga-liga sepak bola Eropa yang beragama Islam. Yang saya agak mengejutkan saya ternyata Nicolas Anelka telah menjadi seorang muallaf ketika dia merumput di Fenerbahce Turki.
Begitu juga dengan Zlatan Ibrahimovic. Salah satu pemain dengan skill individu yang baik tapi sayang bermain pada klub yang tidak saya senangi. Bintang paling bersinar di Seri A Italia ini memang lahir dari keluarga muslim. Dia lahir dan besar di Malmo, kota terbesar ke tiga di Swedia, (saya pernah mampir ke kota ini tahun 2000) dan tempat komunitas muslim paling besar di negeri itu. Ibra adalah imigran di Swedia dari ayah yang asli Bosnia dan Ibu keturunan Kroasia.
Mudah-mudahan pemain top Muslim juga mengamalkan ajaran Islam dengan baik dan memegang prinsip-prinsip Islam dengan baik juga. Seperti:
* Stephen Appiah, sempat bingung di awal karirnya di Italia karena sulit menemukan makanan yang halal.
* Frederic Kanoute sempat menolak memakai kostum klub yang disponsori rumah judi bahkan hingga ditutupi. Belakangan setelah berkonsultasi dengan penasehat spiritualnya dia melunak. Karena sponsor klubnya menjanjikan bahwa sebagian keuntungan digunakan untuk sosial.
* Rami Shaaban mengaku hidup dengan panduan Al Quran. Kiper timnas Swedia ini senantiasa melafalkan beberapa ayat sebelum bertanding.
* Kolo Toure merasa sebagai seorang muslim dia harus menghormati orang lain. Kesuksesan dirinya selalu disebutnya berkat doanya kepada Allah.
* Frank Ribery mengakui bahwa Islam adalah sumber kekuatannnya di dalam dan di luar lapangan. Terutama ketika ia sempat mengalami masa sulit dalam karir dan ia menemukan Islam yang memberi kedamaian.
Berikut ini adalah daftar pemain muslim:
* Zinedine Yazid Zidane (ex. Juventus dan Real Madrid): Tetapi mengaku “non-practicing Muslim” (tidak mempraktekkan ajaran Islam)
* Kolo Habib Touré (Arsenal )
* Yaya Toure (& Barcelona)
* Robin Van Persie (Arsenal)
* Nicholas anelka (Chelsea) dengan nama Muslim Abdul-Salam Bilal.
* Mohammed “Momo” Sissoko (Juventus)
* Ahmed Mido Hossam (Boro)
* Hossam Ghaly (Totteham Hotspurs)
* Franck “Bilal” Riberry (Bayern Muenchen)
* Hamit Antiltop (Bayern Muenchen)
* Halil Antiltop (Shalke 04)
* Frederik Kanoute (Sevilla)
* Mahamaddou Diarra (Real Madrid)
* Eric Abidal (Barcelona)
* Nuri Sahin (Feyenoord Rotterdam)
* Sulley Ali Muntari (Pompey)
* Zlatan Ibrahimovic (Inter)
* Hassan “Brazzo” Salihamidzic (Juventus)
* Khalid Boulahrouz (Sevilla)
* Salomon Kalou (Chelsea)
* El-Hadji Diouf (Bolton)
* Diomanssy Kamara (Fulham)
* Mohammed Kallon (Al-Ittihad ext. Inter & Monaco)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar